Puasa di India yang Tengah Lockdown
Jakarta – India menjadi salah satu negara yang menerapkan sistem lockdown untuk mengatasi penyebaran virus COVID-19. Pemberlakukan sistem ini dilakukan sejak 24 Maret 2020 lalu sampai tanggal 14 April 2020 kemarin. Namun, pemerintah India memperpanjang sistem lockdown sampai dengan 3 Mei 2020. Hal ini pun bertepatan dengan momen masuknya bulan puasa Ramadhan pada 24 April 2020.
Salah satu yang merasakan momen ini adalah Direktur WHO SEARO Prof Tjandra Yoga Aditama. Ia mengaku telah menjalani puasa di negara ini sejak tahun 2015 lalu.
Namun, momen tahun ini tentu sangat berbeda dengan puasa ramadhan yang telah ia jalani dulu. Sebab, biasanya ia bisa kembali ke Indonesia sekali dalam sebulan dan menyantap makanan khas rumah.
Kali ini ia justru harus siap dengan stok makanan yang ada. Pasalnya, ia belum sempat kembali ke Indonesia sebelum lockdown diberlakukan karena mengira penerapan sistem ini tidak akan diperpanjang.
“Puasa kali ini cukup ‘besar’ perbedaannya dari pada tahun-tahun yang lalu, tentu karena COVID-19 sedang melanda. Biasanya, setiap tahun di hari-hari sebelum puasa, atau hari-hari pertama puasa saya ke Jakarta dan balik ke India bawa persediaan makanan untuk sebulan puasa,” kata dia melalui keterangan tertulisnya Minggu (26/4/2020).
Biasanya ia rutin membawa puluhan bungkus makanan yang berisi es buah, rendang, sambal goreng ati, hingga teri kacang. Bungkusan tersebut diatur makannya untuk sekali makan dan cukup hingga akhir Ramadhan. Namun sekarang hal itu hanya angan-angan saja karena sistem lockdown yang diberlakukan.
“Nah, tahun ini India totally lockdown sejak 25 Maret 2020, praktis semua tutup, bandara dan semua penerbangan juga tutup, sehingga rencana saya pulang ke Jakarta (tadinya tanggal 10-14 April) jadi batal. Tadinya saya masih ‘berharap’ karena total lockdown ini sampai 14 April, jadi mungkin 15 April bisa ‘ambil bekal’ ke Jakarta. Ternyata, dilanjutkan dengan lockdown 2.0 sampai 3 Mei 2020, pupuslah sudah harapan,” cerita dia.
Pria yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan ini mengaku sama sekali tidak bisa memasak. Sehingga persediaan makanan dari Indonesia merupakan hal yang sangat penting.
Apalagi di tengah penerapan lockdown, semua restoran di New Delhi tutup. Ia pun berusaha membongkar lemari es miliknya dan berharap menemukan makanan yang tersisa.
Bersyukur, Mantan Kepala Balitbangkes ini akhirnya menemukan beberapa bungkus makanan berupa sambal goreng ati, rendang, hingga es buah. Ia pun bisa menjalani ibadah puasa dengan aman di minggu-minggu awal.
“Kesimpulannya, sampai 15-20 hari puasa saya masih akan aman dan bisa tetap makan makanan Indonesia. Mudah-mudahan saja tidak dilanjutkan total lockdown 3.0, sehingga mudah-mudahan restoran pada buka dan saya bisa berbuka dengan masakan India,” terangnya.
Untuk ngabuburit atau menunggu waktu berbuka puasa Tjandra Yoga memilih untuk berjalan-jalan di sekitar kompleks perumahannya. Tak lupa ia juga membawa kantong plastik agar dikira habis membeli buah atau roti di swalayan.
“Ngabuburit saya kadang-kadang ‘mencuri kesempatan’ untuk jalan di dalam kompleks. Saya biasanya jalan sore sambil bawa plastik sehingga disangka baru dari toko beli buah atau roti,” sambung dia.
Ia mengaku suka berkeliling di kompleks perumahannya karena penuh dengan bangunan kuno peninggalan Islam. Ada banyak objek yang bisa dilihat dan dinikmati karena keindahannya.
Prof Tjandra pun berpose di depan gerbang Arab Ki Serai, bangunan abad ke 16 yang dibangun oleh Haji Begum, janda Kaisar Mughal, dan merupakan bagian dari Humayun tomb complex at Delhi, India.
Tahun lalu untuk tarawih, Tjandra Yoga memilih untuk melaksanakan salat di masjid KBRI atau tetangga kompleks. Ia memilih untuk tidak salat di masjid lokal karena kondisi yang dinilai kurang bersih. Sedangkan untuk tahun ini ia memutuskan untuk salat tarawih di rumah dan sendiri saja.
“Tahun-tahun yang lalu saya kadang-kadang salat tarawih di masjid KBRI, dan pernah juga di rumah seorang tetangga kompleks rumah saya. Saya tidak salat tarawih di masjid lokal India karena tahun-tahun lalu musim panas banget dan masjid di New Delhi tidak lah se-resik di Indonesia. Tahun ini tentu sholat tarawih sebulan penuh akan di rumah saja, sendirian,” tuturnya.
Selain itu, ia juga mengaku mengalami masalah dalam melaksanakan puasa di hari pertama. Pasalnya, terdapat perbedaan waktu dalam melaksanakan ibadah puasa antara pemerintah India dan Indonesia di mana Indonesia melaksanakan puasa di 24 April dan India 25 April.
Ia pun memutuskan untuk ikut waktu puasa Indonesia. Terlebih, suara azan tidak terdengar di sekitar tempat tinggal Tjandra Yoga.
“Satu masalah juga adalah kapan mulai puasa. Sebagian besar India mulai pada Sabtu, 25 Mei. Saya tanya KBRI New Delhi dan katanya baik ikut Indonesia saja, sehingga saya mulai pada Jumat 24 Mei juga. Di India Subuh jam 4.20 dan maghrib 19.00, lebih lama dari Indonesia. Juga tentu tidak terdengar azan Maghrib dan azan Subuh,” kata dia.
Namun, ia masih bersyukur karena puasa di tahun ini cuaca di India cukup bersahabat. Bila dibandingkan dengan tahun-tahun yang lalu ia bisa berpuasa di tengah cuaca bersuhu 45 derajat celcius. Tapi kini ia berpuasa di suhu 30 derajat celcius.
“Untungnya, masih untung juga, baru pertama kali saya puasa tidak di tengah musim panas. Tahun-tahun yang lalu suhu di bulan puasa biasa di atas 40 C bahkan saya pernah mengalami sampai 45 C, tapi tiga hari pertama puasa tahun ini Alhamdulillah hanya 30-32 C saja,” tutup dia.